Pages

Ads 468x60px

Si Penakluk Suster Ngesot

Pada 10 Desember 2011, jam 02.30 WIB, penampakan sosok suster ngesot muncul di sebuah apartemen di kawasan Ciumbeuleuit Bandung. Saat itu, kebetulan segerombolan orang sedang menuju lantai 17 apartemen tersebut dengan mengenakan lift. Nah, di lantai 17 itulah si suster melakukan penampakan. Nampaknya, dia memang mengincar gerombolan itu. Mungkin dendam, gara-gara dulu mereka pernah menjualnya.

Sreek... sreeek... suara seretan tubuh si suster menggema. Ia mendekati lift. Lift itu sendiri sudah mulai mendekati lantai 17. Lantai 14... 15... 16... dan suasana makin mencekam. Triing, akhirnya pintu lift pun terbuka.

Si suster ngesot langsung berhadapan dengan gerombolan orang itu. Sosoknya mengerikan, dengan rambut yang terurai ke depan sehingga menutup wajahnya dan daster putih seperti yang sering digunakan kuntilanak (kenapa nggak pake baju suster yah? Oh mungkin bajunya lagi dicuci, jadi dia nyolong jemuran si kunti yang udah kering).

Orang-orang tersebut langsung kaget dengan penampakan mengerikan di depannya. Sontak saja, mereka langsung berteriak. DUAAAK!!! AAAW!!! begitulah bunyinya.

Eh, sebentar, kok bunyinya malah “duaak-aaw”, bukannya “waaa” atau “kyaaa” atau semacamnya? Aneh.

Ternyata bunyi “duaak-aaw” tersebut memang bukan suara teriakan. Orang-orang tersebut tidak sempat berteriak, karena rupanya sebuah aksi lebih dulu terjadi. “Duaak” adalah bunyi yang muncul setelah seorang satpam bernama Sunarya secara refleks langsung menendang wajah sosok suster ngesot tersebut. Sedangkan “aaaw” adalah bunyi lengkingan kesakitan si suster.

Loh, kok ceritanya makin aneh? Kenapa si suster ngesot tidak mengeluarkan kemampuannya sebagai makhluk halus yang mampu menembus dan ditembus benda padat? Sebego-begonya hantu, masa iya sampe lupa mengeluarkan jurus dasar di dunia persilatan perhantuan tersebut?

Setelah diusut, ternyata sosok itu bukanlah suster ngesot sebenarnya. Sosok itu adalah seorang manusia. Namanya Mega, ia berpenampilan konyol seperti itu untuk memberikan surprise pada temannya yang sedang berulang tahun.

Syukurlah, untung yang ditendang bukan hantu. Coba kalo hantu, maka kekerasan terhadap hantu bakal makin bertambah. Sebelumnya, para hantu kan sering mengalami kekerasan nonfisik dalam bentuk ghost trafficking dan kekerasan verbal dalam bentuk penghinaan atas kemiskinan mereka. Nggak kebayang kalo sekarang ditambah dengan kekerasan murni fisik.

Jika itu terjadi, mungkin nantinya mereka akan berdemo kepada manusia. Ujung-ujungnya, mereka pun melakukan aksi bakar diri, karena kecewa terhadap kesewenang-wenangan manusia (seperti yang dilakukan seorang mahasiswa baru-baru ini).

***

Sayangnya, meski bukan berbentuk kekerasan terhadap hantu, namun masalah ini ternyata sampai juga ke ranah hukum. Genderuwo (palsu), ayahnya si suster ngesot (yang juga palsu), tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu. Dia melaporkan kejadian ini kepada polisi (selengkapnya, baca aja di DetikBandung).

Lucu juga sebenarnya. Padahal kan itu cuma tindakan refleks seorang satpam. Dia kan satpam, jadi wajar kalo bereaksi seperti itu demi menjaga keamanan dan ketentraman tempat ia kerja. Salah siapa punya niat jelek dengan menjelma jadi suster ngesot (jam setengah tiga shubuh pula)? Nggak ada koordinasi pula dengan pihak apartemen kalo mau ngadain kegiatan macam itu. Efeknya, ya kena tendang.

Nggak kreatif amat sih, cuma karena pengen ngasih surprise buat ulang tahun teman, sampe segitunya. Bayangkan kalo ada di antara yang naik lift itu yang punya penyakit jantung. Bisa berabe tuh. Jadi, alih-alih menghibur, kegiatan ini malah mengancam nyawa dan keselamatan orang lain.

Lebih lucu lagi, udah tau anaknya salah, eh si genderuwo malah membela habis-habisan, sampe lapor polisi segala. Padahal masalah kayak gini kan bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Toh si satpam (saya rasa) tidak bersalah sama sekali. Itu tindakan refleks. Tindakan pembelaan diri.

***

Setelah kejadian Satpam vs Suster Ngesot tersebut, teman saya mengirim SMS...

Teman: “Ki, lu tau kejadian satpam yang nendang suster ngesot?”
Saya: “Tau. Itu apartemen tempat kejadiannya deket rumah lu, kan?”
Teman: “Iya. Lucu banget tuh, si Pak Sunarya sampe dilaporin gitu. Padahal kan dia nggak salah.”
Saya: “Hu’uh. Lu kenal si satpamnya? Terus gimana kondisi dia sekarang? Gue baca di berita katanya syok?”
Teman: “Dibilang kenal sih kenal, tapi nggak deket. Cuma kenal selintas aja. Nggak tau kondisinya sekarang kayak gimana, gue nggak tau rumahnya di mana sih. Tapi kata orang-orang, dia emang syok gara-gara dilaporin ke polisi dan dimuat di media.”
Saya: “Kasian...”
Teman: “Iya. Tapi seenggaknya, sekarang dia jadi terkenal loh, terutama di daerah gue. Bahkan warga ngasih julukan keren buat dia.”
Saya: “Emang apa julukannya?”
Teman: “Julukannya, Sunarya, Si Penakluk Suster Ngesot.”
Saya: “Ahahaha, beneran julukan yang keren!”