Pages

Ads 468x60px

Bakar Diri Demi Disebut Mahasiswa Sejati?

“Jika masuk surga harus melalui partai politik, maka aku memilih untuk tidak masuk surga...”
__Thomas Jefferson__

“Jika untuk disebut mahasiswa sejati harus membakar diri terlebih dahulu, maka aku memilih untuk tidak menjadi mahasiswa...”
__Saya, Fikri Fauzan Hasan__

Semalam, saya berdebat di status teman Facebook terkait aksi Sondang Hutagalung yang nekat membakar diri di depan istana. Saya, bersama beberapa orang lain, tidak setuju dengan aksi tersebut. Sedangkan si pemilik status bersama pasukannya, jelas sangat pro terhadap aksi itu.

Ini statusnya...
Mereka menganggap aksi tersebut heroik, bahkan mengusulkan agar Sondang dijadikan pahlawan nasional. Tidak hanya itu, mereka juga secara aktif mengajak orang lain (yang berkomentar di status itu) untuk segera melakukan revolusi dengan menggulingkan rezim SBY.

Beberapa komentarnya...
Saya jelas tidak setuju. Melakukan aksi protes terhadap pemerintah sih boleh aja. Tapi dengan cara bakar diri? Itu konyol. Bukankah aksi protes terhadap pemerintah itu dilakukan demi kesejahteraan rakyat dan kelangsungan hidup orang banyak? Tapi, bagaimana bisa memperjuangkan kelangsungan hidup orang lain, sementara dirinya sendiri tidak menghargai hidup?

Pemimpin Aksi: “Kita sebagai mahasiswa, harus membuat perubahan!”
Peserta Aksi: “Dengan cara apa, Kak?”
Pemimpin Aksi: “Mari kita membakar diri masing-masing!”

Betapa konyolnya. Menurut pendapat saya, aksi bakar diri tersebut hanyalah tindakan pengecut karena tak sanggup menjalani hidup (sehingga memilih bunuh diri), namun dengan cara yang berbeda, agar dianggap heroik.

Sayang, perdebatan ini saya akhiri karena merasa mulai keluar dari konteks. Di akhir-akhir perdebatan, mereka malah membahas tentang betapa absurd-nya Tuhan. Hingga akhirnya, saya tau jika mereka ternyata atheis. Atheis sekaligus komunis. Sia-sia jika kita debat dengan orang-orang seperti itu, yang begitu mengagungkan kemampuan berlogika mereka (padahal logikanya kacau).