Ternyata, aksi bakar diri Sondang Hutagalung berbuntut panjang. Hari ini, di beberapa kota terjadi aksi solidaritas untuk Sondang. Aksi konyol, saya rasa. Masalahnya, aksi tersebut malah mengesankan jika bunuh diri adalah tindakan keren. Apalagi jika bunuh dirinya gara-gara kecewa terhadap pemerintah, seperti yang dilakukan Sondang. Bisa dianggap aksi heroik dan dinobatkan sebagai “pahlawan” tuh.
Pada dasarnya, saya turut berduka cita atas apa yang terjadi kepada Sondang Hutagalung. Namun, maaf, saya tidak menyetujui aksi bunuh diri dengan alasan apa pun.
Saya menyoroti dua aksi solidaritas. Pertama, aksi solidaritas yang terjadi di Jakarta. Aksi ini berujung ricuh. Bahkan, kepala Kapolres Jakarta Pusat sampai terkena lemparan batu. Lucu, aksi solidaritasnya saja sudah saya anggap konyol. Apalagi jika sampai ricuh gitu. Inilah yang saya sebut aksi konyol dari orang konyol.
Kedua, aksi solidaritas yang terjadi di kota saya, Bandung. Aksi ini terjadi di ITB, dan dilakukan oleh gabungan mahasiswa dari berbagai kampus di Bandung. Sialnya, para mahasiswa ITB, sang tuan rumah, justru menolak ikut serta dalam aksi.
Ujung-ujungnya, para pelaku aksi menghadiahkan celana dalam wanita dan pembalut pada mahasiswa ITB. Mereka menyebut mahasiswa ITB banci dan pengecut, karena tidak mau ikut berpartisipasi pada aksi konyol ini.
Padahal, saya rasa, penolakan anak-anak ITB itu justru beralasan. Di samping itu, saat ini kampus-kampus di Bandung sedang melaksanan UAS, termasuk ITB. Lah, itu para mahasiswa lagi stress gara-gara UAS, malah diganggu ama aksi kayak gitu. Sarap...
Sontak saja, beberapa pertanyaan muncul dalam pikiran saya.
Pertanyaan 1: Aksi Sondang kan ditujukan untuk pemerintah. Tapi kenapa aksi solidaritas itu dilakukan di ITB, bukannya di halaman gedung pemerintahan?
Perkiraan Jawaban: Saya rasa, ini cuma akal-akalan para pelaku aksi saja. Mungkin dulunya mereka ingin kuliah di ITB, tapi gagal. Sebagai gantinya, mereka lalu mencoba masuk ITB dengan cara lain: aksi. Yah, meski gagal berkuliah di sana, setidaknya bisa melakukan demo di ITB. Kan lumayan.
Pertanyaan 2: Ini kan judulnya “aksi solidaritas”, tapi kok nggak ada yang melakukan bakar diri juga sebagai bentuk solidaritas?
Perkiraan Jawaban: Meski saya rasa mungkin gara-gara mereka terlalu pengecut, tapi pada dasarnya saya tidak tau apa jawaban pertanyaan ini. Padahal, saya rasa bagus juga kalo ada yang bakar diri (sebagai bentuk solidaritas). Setidaknya, itu bakal mengurangi jatah beras nasional. Lumayan tuh. Selain itu, juga mengurangi jumlah orang bodoh di negeri ini.
Pertanyaan 3: Itu dapet pembalut celana dalem cewek dari mana? Masa iya udah nyiapin sejak awal?
Perkiraan Jawaban: Jangan-jangan punya peserta aksi. Si peserta sengaja lepas tuh CD ama pembalutnya, terus dikasihin ke mahasiswa ITB.
***
Saya rasa, terlalu mengagung-agungkan aksi bakar diri Sondang adalah hal yang sangat tolol. Benar-benar tolol. Masa iya aksi seperti itu disebut keren? Tak hanya itu, Sondang pun dianggap sebagai pahlawan. Bahkan, hingga disebut-sebut sebagai “Soekarno Muda” atau “Soekarno Masa Kini”.
Padahal, coba bayangkan jika dulu Soekarno (dan para bapak bangsa yang lain) melakukan aksi bakar diri hanya karena kecewa Indonesia terus menerus dijajah, apa yang bakal terjadi? Indonesia nggak bakal pernah merdeka sampe sekarang! Ingat, para bapak bangsa dan para pahlawan tidak berjuang untuk negeri ini dengan cara bakar diri, Bung!
Penutup dari saya:
“Do not pity the dead, Harry. Pity the living, and, above all those who live without love.” (“Jangan kasihani yang sudah mati, Harry. Kasihani yang masih hidup, terutama yang hidup tanpa cinta.”)
― J.K. Rowling, Harry Potter and the Deathly Hallows