Pages

Ads 468x60px

Aksi Solidaritas, Haruskah?

Akhir tahun lalu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama sejumlah LSM peduli anak membuka posko pengumpulan seribu sandal bekas. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap kriminalisasi yang dilakukan polisi terhadap seorang remaja di Palu, Sulawesi Tengah. Sang anak dituding mencuri sepasang sandal milik anggota Brimob setempat.

A: “Wah, ada aksi pengumpulan sandal. Kamu mau ikutan?”
B: “Ayo! Kita harus mendukung aksi menolak ketidakadilan!”

***

Kurang dari dua pekan kemudian, yakni pada awal Januari, aktivis Lembaga Perlindungan Anak (LPA) bersama Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak Seto Mulyadi kembali mencanangkan aksi solidaritas. Kali ini bernama gerakan pengumpulan koin 1.000 rupiah. Aksi ini dilatarbelakangi oleh kasus seorang pelajar SMP swasta di Denpasar yang menjambret tas milik seorang ibu bernama Ni Kade Susilawati. Sialnya, ternyata isi tas tersebut hanya uang sebesar 1.000 rupiah. Banyak pihak, termasuk Seto Mulyadi, menganggap bukti kejahatan (barang yang dijambret) memiliki nominal yang terlalu kecil untuk dibawa ke ranah hukum.

A: “”Eh, sekarang ada lagi aksi solidaritas. Gerakan pengumpulan koin seceng. Ikutan yuks?”
B: “Nggak, ah...”
A: “Loh, kenapa?”
B: “Masalahnya, menurut gue alasan yang bilang nominal bukti kejahatannya terlalu kecil, itu sangat konyol. Itu kan karena dia emang lagi sial, jambret tas yang isinya cuma segitu. Kalo ternyata isinya 50 ribu, apa mau ada aksi pengumpulan duit goban? Kalo isinya ternyata emas batangan, apa mau ada aksi pengumpulan emas?”
A: “Iya juga sih...”
B: “Kasus ini beda dengan kasus pencurian sandal kemarin-kemarin. Di sini, ada kemungkinan barang yang mau dijambret nominalnya jadi sangat besar. Misal, tas itu ternyata berisi duit jutaan, karena si Ibu baru ngambil duit dari bank. Terus, itu duit mau dipake buat biaya sekolah anaknya.”
A: “Oh, iya bener...”
B: “Karena itulah, gue nggak mau ikut serta dalam aksi ini. Kalo hal kayak gini dianggap wajar, bisa-bisa kalo ada anak dibawah umur yang ngerampok duit jutaan, itu dianggap wajar juga.”

***

Lima pelajar di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), diduga terlibat aksi pencurian motor. Mereka yang masih duduk di bangku SMP hingga SMA di Samarinda itu, ditahan karena mencuri 13 unit motor. Di Tangerang, empat orang pemuda belasan tahun membunuh seorang siswi SMP hanya demi mendapatkan handphone miliknya.

A: “Eh, ada kasus baru yang melibatkan anak-anak. Lima orang pelajar SMP dan SMA mencuri 13 unit motor! Terus, ada juga anak belasan tahun yang membunuh demi HP!”
B: “Gile, parah! Eh, tapi kok KPAI nggak ngadain aksi solidaritas pengumpulan seribu motor ama seribu HP yah? Tumben...”
A: “Iya nih. KPAI pada ke mana yah? Kak Seto mana, Kak Seto?”