Pages

Ads 468x60px

Anjing Boleh Buang Sampah Sembarangan

Dilarang buang sampah di sini, kecuali anjing!
Itulah tulisan yang terpampang pada plang di salah satu ruas Jl. Ibrahim Adjie Kota Bandung. Plang tersebut ditempel di sebuah pagar pembatas jalan. Ironisnya, di bawah plang larangan tersebut, sampah-sampah justru berserakan.

Saya jadi berpikir, kenapa bisa gitu yah? Masa iya itu yang buang sampah nggak bisa larangan tersebut? Apa jangan-jangan yang buang sampah itu adalah anjing? Anjing kan dapet pengecualian di sini. Dia boleh buang sampah di situ.

Masalahnya, bagaimana caranya anjing bisa sampai begitu tertib membuang sampah di sana? Lagipula, dari yang saya lihat, rata-rata sampahnya itu berjenis plastik seperti bekas bungkus makanan, bungkus es krim, kantong kresek dan semacamnya. Keren sekali itu anjing, setelah makan es krim, bungkusnya langsung dibuang ke sana.

Setelah saya pikir-pikir lagi, ternyata ada kemungkinan lain, yaitu yang buang sampah di sana adalah orang yang merasa sebagai anjing. Ini logis, karena toh kebanyakan orang Kota Bandung memang sudah terbiasa disebut anjing. Bukannya apa-apa, ini terbukti kok dari gaya percakapan mereka (khususnya warga Kota Bandung yang masih muda).

Jika orang daerah lain menggunakan kata “anjing” hanya sebagai umpatan atau makian, hal berbeda terjadi di Kota Bandung. Warga Kota Bandung lebih terbiasa menggunakan kata “anjing” ini sebagai kata ganti, sebagai sisipan dalam kalimat, bahkan sebagai pengganti tanda baca.

Ini salah satu contoh percakapannya. A minta pada B untuk memperbaiki komputernya. Namun, ternyata B gagal memperbaikinya (pake Bahasa Sunda, sesuai percakapan aslinya. Tapi tenang aja, nanti saya kasih artinya. Jadi, kalo nggak ngerti Bahasa Sunda, baca artinya aja).

A: “Ah anjing, teu baleg sia mah!”
B: “Da deuk kumaha deui atuh anjing. Hese si anjing teh ngabenerkeunna!”

ARTINYA:

A: “Ah anjing, nggak bener banget sih lu!”
B: “Mau gimana lagi, anjing. Ini si anjing susah banget diperbaikinnya.”

Lucu juga. Tidak hanya sebagai kata ganti pada manusia, komputer pun bahkan sampai disebut anjing pula. Terbukti dari kalimat “hese si anjing teh ngabenerkeunna” yang artinya “ini si anjing susah banget diperbaikinnya”.

Masalahnya, dengan membudayanya kata “anjing” dalam setiap percakapan warga Kota Bandung, bagaimana jadinya jika percakapan tersebut membahas tentang anjing? Seperti ini jadinya (ini disadur dari cerita humor Sunda):

A: “Woy, B!”
B: “Naon anjing?!”
A: “Kadieu, anjing! Sia nyaho teu, anjing? Anjing aing yeuh! Tujuh bulan kamari aing dibere anjing ku si C, anjing. Eta mah anjing, anjingna ge alus anjing. Eta anjing ku aing dikukut anjing!”
B: “Nepi kumaha dikukutna?”
A: “Nepi ka gedena, anjing! Eta anjing anakkan, anjing. Lalucu siah, anjing. Anak anjing eta mah anjing! Anjing, eta mah anjing sok diadu-adukeun jeung anjing-anjing tatangga aing anjing!”
B: “Saha nu meunang, goblog?”
A: “Eh anjing, anjing tatangga aing eleh ku anjing aing, anjing. Tah, anjing aing tea atuh anjing! Kieu-kieu oge jago miara ka na anjing mah, anjing. Sok anjing, bisi sia rek pang ngukutkeun anjing ka aing, anjing! Anjing nu dipiara ku urang mah moal eleh anjing ku anjing anjing lain!”
B: “Ari si anjing. Aing lieur anjing, mana nu anjing mana nu maneh, anjing! Anjing teh, geus ah tong ngomongkeun deui masalah anjing!”
A: “Eh anjing rek kamana kadieu heula anjing!”
B: “Rek neangan anjing nu model sia anjing!”
A: “Eh si anjing...”

ARTINYA:

A: “Woy, B!”
B: “Apa, anjing?!”
A: “Ke sini, anjing! Lu tau nggak, anjing? Anjing gue nih. Tujuh bulan yang lalu gue dikasih anjing ama si C, anjing. Itu loh anjing, anjingnya juga bagus, anjing. Itu anjing gue urus, anjing!”
B: “Nyampe kayak gimana?”
A: “Nyampe gede, anjing! Itu anjing sampe beranak, anjing. Lucu-lucu loh, anjing. Itu anak anjing, anjing. Anjing, itu anjing suka gue aduin ama anjing-anjing tetangga gue, anjing!”
B: “Siapa yang menang, goblok?”
A: “Eh anjing, anjing tetangga gue kalah ama anjing gue, anjing. Nah, anjing gue gitu loh, anjing! Gini-gini juga gue jago miara anjing, anjing. Silakan anjing, kali aja lu mau miara anjing, ke gue aja, anjing! Anjing yang dipiara ama gue nggak bakalan kalah ama anjing-anjing lain!”
B: “Dasar anjing. Gue bingung anjing, mana anjing, mana lu, anjing! Anjing, udah ah jangan ngomongin lagi masalah anjing!”
A: “Eh anjing, lu mau ke mana? Sini dulu, anjing!”
B: “Mau nyari anjing kayak lu, anjing!”
A: “Eh, si anjing...”

***

Kesimpulannya, pantas saja sampah-sampah di Kota Bandung makin menumpuk tiap harinya, sampai dulu sempat disebut “Bandung Lautan Sampah”. Lah, larangan-larangan buang sampah sembarangannya aja bertulisakan “dilarang buang sampah di sini, kecuali anjing”. Gimana mau mempan? Warga Kota Bandung kan udah terbiasa disebut anjing.

Jadi kalo tulisan larangan buang sampahnya kayak gitu, ya pasti warga malah bakal buang sampah di situ. Pada ngerasa sih...