A adalah seorang ibu muda beranak dua. Namun, ketimbang menjadi ibu rumah tangga, ia lebih memilih menjadi seorang wanita karir. Ia bekerja enam hari dalam seminggu. Berangkat dari rumah jam delapan pagi, dan pulang paling cepat jam lima sore. Itu pun jika ia tidak hang out dulu bersama teman-temannya sepulang kerja. Ia sering pulang tengah malam gara-gara hang out ini.
Maklum, ia adalah seorang eksekutif muda yang memiliki jabatan penting di sebuah perusahaan ternama di negeri ini. Jadi, pergaulannya pun harus mencerminkan statusnya itu. Karena itu, segala tetek bengek yang berkaitan dengan rumah tangga dan mengurus anak, ia serahkan pada pembantu.
***
B adalah suami A. Ia seorang pengusaha sukses di bidang otomotif. Ia memiliki beberapa showroom dan bengkel mobil. Namun, kesuksesannya ini tak lantas membuatnya lupa diri atau lupa pada keluarga. Setiap hari, ia berangkat jam sembilan pagi untuk memantau para pekerjanya, dan pulang ke rumah tak pernah lebih dari jam dua siang. Segala urusan perusahaan, ia wakilkan kepada orang kepercayaannya.
Meski sering diajak oleh istrinya, ia tak pernah mau terlibat dengan pergaulan kaum atas. Pergaulan para sosialita. Ia lebih memilih menghabiskan waktunya dengan keluarga, terutama anak-anaknya.
***
Jum'at pagi, saat semua anggota keluarga sarapan...
B: "Ma, Papa mau ngomong sebentar..."
A: "Ngomong apa, Pa?"
B: "Gini, apa nggak lebih baik kalo Mama berhenti dari pekerjaan Mama sekarang? Kasihan anak-anak kalo Mamanya terus-terusan sibuk ama pekerjaan."
A: "Berhenti dari kerjaan? Papa ngelindur yah? Kalo berhenti, bagaimana dengan karir Mama? Mama kira selama ini Papa mendukung karir Mama, tapi ternyata Mama salah sangka."
B: "Papa bukannya nggak mendukung karir Mama. Papa nggak ngelarang Mama kerja kok. Tapi kan nggak bagus juga kalo kerjaan Mama bikin Mama jauh dari anak-anak."
A: "Kalo untuk ngurus anak-anak, kan ada Bi Iyem..."
B: "Bi Iyem kan hanya bertugas membantu, sedangkan tanggung jawab utamanya ada di kita sebagai orang tuanya."
A (mulai sewot): "Papa nggak ngelarang Mama kerja, tapi kok malah nyuruh berhenti?"
B: "Maksud Papa, lebih baik Mama pindah tempat kerja, ke tempat yang waktu kerjanya lebih fleksibel. Jadi nanti Mama punya waktu buat ngurus anak-anak. Atau gini aja, Mama bantu-bantu Papa di showroom atau bengkel. Gimana?"
A: "Ah, pokonya nggak mau! Mama udah nyaman dengan kerjaan yang sekarang. Mama udah nyaman dengan kehidupan Mama sekarang. Jadi Papa jangan campurin lagi urusan Mama!"
B (menghela nafas): "........"
***
Jum'at siang, di tempat kerja A. A sedang bergosip dengan rekan-rekan kerjanya.
A: "Tadi pagi suami gue nyuruh gue berhenti kerja dari sini loh..."
Teman 1: "Hah? Gimana ceritanya?"
Teman 2: "Terus respon lu gimana?"
Maka A pun menceritakan kejadian tadi pagi, dengan sedikit bumbu-bumbu tambahan (agar ceritanya lebih dramatis).
Teman 2: "Bagus, cewek emang harusnya kayak gitu. Jangan mau terus-terusan diperintah suami!"
Teman 1: "Iya, ini kan zaman emansipasi. Cewek bisa ngerjain kerjaan-kerjaan cowok. Cewek nggak boleh tergantung ama cowok, bahkan meski suami sendiri."
A: "Iya, enak aja ngatur-ngatur. Pokoknya cewek nggak boleh kalah ama cowok! Hak kita harus sama kayak cowok! Lagipula, buat apa ada pembantu kalo harus kita juga yang turun tangan?"
Teman 1 dan 2: "Setuju!"
A: "By the way, tar malem kita jadi hang out? Mau ke mana nih?"
Teman 1: "Jadi donk. Gimana kalo kita Cafe X? Katanya di sana banyak cowok-cowok tajir yang keren. Lumayan tuh buat kecengan..."
Teman 2: "Ayo, tapi pulangnya kita dugem yah? Udah lama nih..."
A dan Teman 1: "Sip!"
***
Pada waktu yang nyaris bersamaan, di tempat kerja B. B sedang curhat pada asistennya.
B (setelah cerita kejadian tadi pagi): "Jadi gitu ceritanya. Sebagai seorang ibu juga, pendapat kamu gimana?"
Asisten: "Menurut saya di sini posisi Ibu yang salah. Bagaimana pun juga, nggak etis kalo seorang ibu nelantarin anak-anaknya hanya karena kerjaan. Apalagi, sebenarnya Ibu punya kesempatan untuk lebih dekat dengan anak-anak. Dengan pindah kerja ke sini, misalnya. Maaf loh Pak, kalo ada kata-kata saya yang salah."
B (termenung sejenak): "Hmmm, jadi pendapat kamu sama dengan saya. Masalahnya, istri saya sering beralasan kalo ini adalah emansipasi. Bagaimana itu?"
Asisten (memikirkan kata-kata yang tepat): "Saya rasa, pemahaman Ibu terkait emansipasi kurang tepat. Banyak yang berpendapat, emansipasi adalah persamaan hak antara pria dan wanita. Menurut saya, definisi itu kurang tepat. Mereka mencampuradukkan antara hak dengan kewajiban. Padahal, hak tidak bisa menghapus kewajiban. Seorang wanita berhak mendapat pekerjaan atau pendidikan yang layak. Tapi itu bukan berarti wanita, yang dalam kasus ini adalah seorang istri, boleh melupakan kewajibannya untuk mengurus rumah tangga."
B: "Pendapat yang bagus. Masalahnya, bagaimana cara saya menjelaskan itu pada istri saya?"
Asisten (tersenyum): "Yah, itulah tugas Bapak. Bapak harus menyampaikan hal ini dengan baik-baik pada Ibu. Buat beliau mengerti."
***
Jum'at, jam dua kurang sepuluh, suasana halaman Sekolah Dasar Plus XYZ sangat ramai. Ini adalah waktunya bubaran bagi seluruh murid sekolah itu. Di dekat gerbang sekolah, C sedang menunggu ayahnya menjemput, sambil mengobrol dengan teman-temannya. C adalah putri tertua A dan B. Saat ini ia duduk di kelas tiga SD.
Teman 1 (tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang tidak biasa): "C, kamu tidak punya mama yah?"
C (kaget): "Siapa bilang? Aku punya mama kok!"
Teman 1: "Tapi kok aku nggak pernah liat? Tiap yang nganter atau jemput, pasti papa kamu. Pas pas pembagian rapor juga papa kamu yang selalu datang."
C (mendadak ngambek): "Mama aku sibuk!"
Teman 2: "Masa terus-terusan sibuk, sampe nggak pernah bisa dateng ke sekolah? Boong yah? Kamu sebenernya nggak punya mama kan? Ngaku aja..."
C (mendadak seperti yang mau menangis): "Punya! Kalian kok nggak percaya?"
Teman 2: "Nggak ada buktinya sih..."
Teman 1, 2 dan teman yang lain: "C nggak punya mama... C nggak punya mama... C nggak punya mama..." (catatan: silakan baca dengan nada anak kecil yang sedang meledek temannya)
C (beneran nangis): "Huweeee... kalian jahat! Aku punya mama! Aku punya mama!"
Teman 1, 2 dan teman-teman yang lain: "C nggak punya mama... C nggak punya mama... C nggak punya mama..."
***
Minggu pagi, saat semua anggota keluarga ada di rumah.
B (berniat iseng pada istrinya): "Ma, tolong angkat dulu itu galon air di depan pintu ke dekat dispenser. Papa lagi nanggung nyuci piring..."
A (sewot): "Ngangkat galon? Enak aja, itu kan kerjaan cowok!"
B (sambil ketawa dalam hati): "Loh, bukannya kata Mama sekarang tuh zaman emansipasi, saat cewek bisa ngelakuin semua kerjaan cowok? Saat cewek punya hak yang sama kayak cowok? Jadi cewek juga harus mau ngangkat galon donk..."
A (speechless): "......."
***
Pada sore harinya...
B baru saja didatangi Ketua RT di kompleks perumahannya, yang memberikan jadwal ronda. Katanya, akhir-akhir ini banyak kasus pencurian di kompleks sebelah. Jadi, demi meningkatkan keamanan, saat ini ronda tidak hanya dilakukan oleh satpam kompleks dan hansip, namun semua warga harus ikut terlibat.
Melihat jadwal ronda itu, tiba-tiba B mendapat ide untuk meneruskan keisengannya tadi pagi.
B: "Ma, tadi Papa dapet jadwal ronda dari Pak RT. Papa dijadwalkan ronda tiap hari Selasa, sedangkan jadwal ronda Mama tiap Kamis (padahal nama A sama sekali tidak tercantum)."
A: "Hah, Mama kebagian jadwal ronda? Yang bener?!"
B: "Iya, Ma. Nggak cuma Mama kok, ibu-ibu lain juga pada kebagian jadwal ronda (padahal yang dapet jadwal ronda cuma para bapak-bapak dan pemuda)."
A (kaget , bingung, campur sewot): "Masa ibu-ibu harus ngeronda!"
B (sambil ngakak dalam hati): "Lah, gimana sih Mama ini? Ini kan zaman emansipasi, jadi wajar donk kalo ibu-ibu ikut ronda..."
A: "#!&**@?!!"
B (sambil ngakak dalem hati sampe guling-guling di lantai): "Makan tuh emansipasi..."