Ini adalah fenomena-fenomena (buruk) yang sering terjadi satelah tim sepak bola kesayangan kita kalah dalam pertandingan:
Mendadak Jadi Analis “Paling Jenius”
“Seharusnya tadi si X jangan egois... seharusnya dia jangan buru-buru pas nendang penalti... seharusnya mereka bermain lebih bersemangat dan disiplin, bla.. bla... bla...”
Pendapat saya: “Nggak perlu diomongin juga kita udah tau, seharusnya emang gitu. Tapi, ngomong emang selalu lebih gampang ketimbang pengaplikasiannya, kan?”
Menyalahkan Wasit
“Wasitnya goblok! Idiot! Banyak keputusan-keputusan yang kontroversial!”
Pendapat saya: “Oke, sekarang bayangkan jika wasit itu adalah ayah atau kakak kita. Rela nggak kalo ada orang lain yang nyebut ayah atau kakak kita seperti itu?”
Menyalahkan Pelatih
“Tadi terlalu salah taktik, padahal lebih baik taktiknya seperti ini... kenapa pelatih nggak maenin si X sih? Dasar bego...”
Pendapat saya: “Kenapa bukan lu aja yang jadi pelatih?”
Membawa-bawa Dewi Fortuna
“Dewi Fortuna sedang tidak berpihak pada kita.”
Pendapat saya: “Dewi Fortuna tuh siapa sih? Emang kekuasaan dia lebih besar dari Tuhan yah?
Rusuh
Bangku-bangku stadion dirusak dan melempari bangunan-bangunan di jalan (yang dilewati saat pulang) dengan batu.
Pendapat saya: “Biar nggak ngerugiin orang lain, gimana kalo hancurin (atau bakar aja sekalian) rumah kalian sendiri aja?”
Menyalahkan dan Meninggalkan Tim kesayangannya
“Ngapain gue dukung tim kayak gitu? Kalah melulu. Ngabisin waktu, uang dan energi aja.”
Pendapat saya: “Mampus aja, lu!”
Yah, pokoknya, selalu saja ada yang disalahkan. Kita terus-terusan mencari kambing hitam. Konyol, padahal kambing hitam aja nggak pernah nyari-nyari kita...