Tadi sore, tumben-tumbenan pacar saya bertanya tentang salah satu sisi buruk di negara ini: kemiskinan.
Pacar: “Tau nggak, kenapa jumlah orang miskin di Indonesia semakin banyak tiap tahunnya?”
Saya: “Karena pemerintah kita tidak bekerja dengan baik. Mereka tidak mampu mengurus rakyatnya.”
Pacar: “Salah. Meski emang banyak kekurangan, tapi mereka sudah berusaha sebaik mungkin untuk menuntaskan kemiskinan.”
Saya: “Karena beberapa tahun terakhir ini sedang krisis ekonomi global?”
Pacar: “Salah juga. Pada 2008, pas dunia kena krisis ekonomi global, Indonesia merupakan salah satu negara yang nggak kena imbasnya. Tapi meski gitu, kemiskinan tetap aja nambah.”
Saya: “Atau karena ketidakstabilan ekonomi makro dan mikro?”
Pacar: “Itu juga bukan. Lihat statistik perkembangan perekonomian kita, naek terus kan? Itu bukti kalau ekonomi makro kita stabil. Begitu pula dengan ekonomi mikro. Emang sih, masih lemah, tapi setidaknya pemerintah udah berusaha menstabilkannya dengan mengadakan berbagai program penguatan ekonomi mikro.”
Setelah mendengar bantahan panjang-lebar ini (yang tidak terlalu saya mengerti), akhirnya saya menyerah, tidak tau jawabannya. Masalahnya, sok tau tentang masalah ekonomi kepada mahasiswa ekonomi, hanya akan makin menunjukkan kebodohan saya saja.
Saya: “Nyerah deh. Emang apa jawabannya?”
Pacar: “Karena itu diatur oleh Undang-Undang.”
Saya: “Loh, kok? Masa iya? Pasal berapa tuh?”
Pacar: “Pasal 34. Di sana kan disebutkan, ‘Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara’. Nah, ayam aja kalo dipelihara dengan baik jumlahnya dijamin bertambah. Begitu pula dengan rakyat miskin. Kalo dipelihara, pasti bertambah juga.”
Saya (gondok): “Ceilah, kirain serius. Ternyata tebak-tebakan toh...”