Barusan, saya kebetulan menonton sebuah tayangan di televisi. Di situ, diperlihatkan ada laki-laki yang mengejar-ngejar seorang perempuan (mengejar dalam makna denotasi), karena perempuan itu sudah menipunya.
Namun, di sebuah pasar, dia kehilangan jejak si perempuan (oh my God, benar-benar tipikal sinetron kita). Maka, dia pun bertanya pada seorang anak kecil berpakaian lumayan lusuh. Usia anak itu sekitar sembilan atau sepuluh tahun.
Laki-Laki: “Dek, tadi liat cewek pake baju biru yang lari lewat sini nggak?”
Anak Kecil: “Iya liat, Bang.”
Laki-Laki: “Dia lari ke arah mana?”
Anak Kecil (dengan tampang sok imut, tapi malah tampak licik seperti setan): “Hmmm... ke arah mana yah? Aduh, maaf Bang. Saya mendadak lupa.”
Laki-Laki itu pun segera mengeluarkan uang di dompetnya. Selembar lima ribuan.
Laki-Laki: “Nih buat kamu. Sekarang inget nggak?”
Anak Kecil: “Apaan goceng? Dikit banget. Kurang donk!” (whattafuck, uang lima ribu disebut kurang? Emang mau dipake apaan? Segede apa sih biaya hidupnya?)
Namun, mungkin karena tidak ingin semakin kehilangan jejak, dia pun memberi uang tambahan pada anak itu. Kali ini selembar dua puluh ribuan.
Laki-Laki: “Sekarang inget?”
Anak Kecil: “Nah, kalo duitnya segini, saya inget. Kakak baju biru tadi lari ke sana.”
Laki-laki itu pun berlari ke arah yang ditunjuk oleh si anak. Sayangnya... ternyata anak itu juga penipu yang ulung. Dia menunjuk ke arah yang salah.
***
Saya jadi mikir, ini anak kecilnya udah kayak gini. Gimana gedenya? Mau jadi anggota hewan dewan yang terhormat? Emang sih, ini di film. Tapi alangkah tidak mendidiknya tayangan tersebut. Bayangkan jika ada anak kecil yang menonton tayangan tersebut, kemungkinan besar bakal langsung ditiru tuh. Payah...