Pages

Ads 468x60px

KKN, Mulai dari Hal-Hal Kecil

Ilustrasi Pertama 
“Kak, beliin Mama telur setengah kilo di warung,” perintah Mama kepada Kakak yang sedang bermain game di komputer. “Ini Mama simpan uang 8.000 di meja yah. Kalau nggak salah, harga setengah kilo tuh segitu.”

“Iya, Ma!” Kakak pun bergegas ke warung di ujung jalan. Namun, ternyata harga setengah kilo telur hanya 7.000 rupiah. Sayangnya, alih-alih mengembalikan sisanya ke Mama, Kakak malah memakainya untuk membeli sebatang rokok.

“Yah, nanti bilang harganya emang 8.000. Bisa ngamuk Mama kalo tau kembaliannya dipake beli rokok,” ujar Kakak, sambil menghisap rokoknya.

Ilustrasi kedua
B adalah siswa kelas dua di sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta di Kota Bandung. Suatu hari, ia mendatangi ayahnya untuk meminta uang SPP. Biaya SPP di sekolah B sebesar 50 ribu per bulannya.

B: “Ayah, minta uang buat bayar SPP bulan ini.”
Ayah: “Oh iya, Ayah lupa belum ngasih. Berapa sih? 50 ribu kan? Nih!”
B: “Bukan, Yah. Sekarang SPP naik, jadi 60 ribu.”
Ayah: “Naik? Sejak kapan?”
B: “Baru bulan ini, Yah.”
Ayah: “Oh, ya sudah. Ini tambahannya, 10 ribu.”
B (dalam hati): “Asik, dikasih juga. Padahal kan SPP sama sekali nggak naik. Lumayan nih 10 ribu, bisa buat ngebakso besok.”

Ilustrasi Ketiga
“Jadi kapan bisa beres?” tanya X kepada petugas kelurahan di depannya. Hari itu, ia membuat KTP di kantor kelurahan tempat ia tinggal. Ia membuat KTP baru, karena KTP sebelumnya hilang. Padahal, ia sedang benar-benar membutuhkannya.

“Hmmm... mungkin beres sekitar tiga hari hingga seminggu,” ujar si petugas.

“Kenapa selama itu?”

“Yah, sekarang sedang banyak-banyaknya permintaan pembuatan KTP baru. Jadi wajar Anda harus mengantri. Lagipula, kami juga sibuk. Tugas kami kan bukan hanya untuk mengurus KTP saja.”

“Bisa dipercepat nggak, Pak?” tanya X, resah. Dia membutuhkan KTP itu secepatnya, karena besok ia akan mengajukan pinjaman dana ke bank, yang tentu saja membutuhkan KTP sebagai salah satu syarat. “Kalau bisa, jadi hari ini juga. Saya mohon sekali bantuannya.”

Petugas itu terdiam sejenak, nampak seperti berpikir. Sesaat kemudian, ia pun tersenyum. Senyum culas, seperti setan. “Bisa sih... tapi yaah, gimana yah?”

Tahu apa maksud si petugas, X pun langsung menyerahkan uang sebesar dua puluh ribu rupiah. “Mohon kerjasamanya, Pak.”

“Ah, Anda ternyata tahu yang saya maksud,” petugas itu tersenyum. “Kalau begitu, KTP Anda akan kami prioritaskan. Anda tunggu saja sekitar setengah jam, dan nanti KTP-nya sudah bisa diambil.”

“Baiklah, terima kasih.”

Ilustrasi Keempat
A: “Bro, katanya lu diterima kerja di perusahaan XYZ?”
Z: “Iya nih, gue sekarang emang kerja di sana.”
A: “Keren lu. Persaingan masuk sana kan ketat banget. Gimana caranya bisa masuk?”
Z: “Ah, gampang kok. Bosnya kan masih keitung sodara ama gue. Jadi gue masuk ke sana berkat link dari dia. Kalo lewat jalur biasa sih, gue nggak bakal mungkin bisa masuk.”

***

Keempat ilustrasi di atas adalah fenomena yang sering terjadi di sekeliling kita. Nampak biasa, karena sudah menjadi budaya. Padahal, tanpa disadari, fenomena tersebut adalah akar dari tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Ilustrasi pertama dan kedua (Kakak dan Mama serta B dan ayahnya) adalah akar dari tindakan korupsi. Mengapa? Karena itu bisa dibilang sebagai penyalahgunaan wewenang, kesempatan dan sarana, demi keuntungan diri sendiri.

Sedangkan ilustrasi ketiga (X dan petugas kelurahan) merupakan tindakan kolusi, karena membuat kesepakatan (tersembunyi) dengan memberikan uang sebagai pelicin. Padahal, seperti yang kita tahu, menurut peraturan, pembuatan KTP tidak dipungut bayaran sepeser pun.

Lain halnya dengan ilustrasi keempat (A dan Z). Ini adalah contoh tindakan nepotisme. Nepotisme, karena memilih menempatkan seseorang pada suatu posisi karena kedekatan hubungan, bukan karena kemampuan.

Keempat ilustrasi di atas sudah biasa kita lihat. Bahkan, bisa jadi kita sendirilah pelakunya. Apakah kita tidak sadar, itu merupakan tindakan KKN (meski dalam skala kecil)? Lucu rasanya jika kita sering berteriak anti-KKN, namun fenomena di atas sering kita lakukan.