Pages

Ads 468x60px

Dia Masih Bocah, Sarap!

Beberapa waktu yang lalu, di perempatan Jl. Astana Anyar - Jl. Jend Sudirman Kota Bandung, terlihat sebuah pemandangan yang cukup menarik perhatian. Saat itu sekitar pukul delapan malam. Di sana, ada seorang pengamen –anak perempuan, umurnya sekitar enam hingga delapan tahun—yang sedikit memaksa para pengendara yang berhenti saat lampu merah agar memberinya uang. Meski berkali-kali diusir, ia nampak tak peduli. Sayangnya, hingga lampu hijau menyala, tidak ada satu orang pun yang memberi. Akibatnya, anak tersebut menangis.
Heran dengan perilaku anak tersebut, saya langsung memarkir motor di trotoar dan mendatanginya. Saya bertanya, mengapa ia menangis. Awalnya ia tidak mau bercerita dan terkesan takut menghadapi saya. Namun, setelah saya “sogok” dengan selembar uang lima ribuan dan sebungkus gorengan, cerita pun mengalir dari mulutnya (seluruh percakapan dilakukan dalam Bahasa Sunda, jadi saya translate).

Anak: “Saya takut dimarahin ama ayah karena baru dapet duit sedikit.”
Saya: “Emang baru dapet berapa?”
Anak: “Dua ribu.”
Saya: “Dua ribu? Itu dari jam berapa ngamennya?”
Anak: “Jam sembilan pagi.”

Oh my God, kerja dari jam sembilan pagi sampe jam delapan malam, baru dapet duit dua ribu? Meski pada dasarnya saya nggak suka anak jalanan (karena banyak dari mereka yang nyari duit cuma buat ngelem), tapi kali ini lain. Saya iba melihat anak itu.

Saya: “Terus, sekarang ayah kamu di mana?”
Anak: “Kalau jam segini sih biasanya udah ada di rumah.”
Saya (kaget): “Ayah kamu nggak kerja?”
Anak: “Kerja sih, jadi calo penumpang buat angkot. Tapi cuma sampe sore.”

Bagus, benar-benar ‘ayah yang baik’. Anaknya (yang baru umurnya delapan taun!) kerja sampe malam gini, sementara dia cuma kerja sampe sore.

Saya: “Terus, Ibu kamu ke mana?”
Anak: “Kerja di Arab.”
Saya: “Emang kamu nggak sekolah?”
Anak: “Dulu sekolah, sekarang nggak lagi. Katanya, ayah nggak sanggup buat bayarin.”
Saya: “Kalo kamu dapet duit sedikit gini, emang beneran ayah kamu suka marah?”
Anak (nangis lagi): “Iya. Dulu malah pernah dipukul.”

Sialan, ayah sinting macam apa yang maksa anaknya yang masih bocah gini buat kerja? Mana waktu kerja ini bocah lebih lama ketimbang waktu kerjanya. Ni bocah masih delapan tahun, sarap! Masih waktunya buat sekolah dan maen ama temen-temennya. Belum waktunya dia kerja, apalagi sampe nguli gini!