Pages

Ads 468x60px

Antara Saya dan Polisi, Ada Sebungkus Rokok (Bagian Pertama)

Tilang. Mungkin, kata itulah yang paling dibenci oleh para pengendara motor, termasuk saya. Saya cukup alergi dengan kata “tilang” itu. Alasannya, karena memang cukup sering kena. Jika ditilang, biasanya saya lebih memilih sidang di pengadilan. Yah, setidaknya, nanti saya membayar denda ke negara. Itu lebih baik ketimbang “berdamai”, karena dendanya harus dibayar ke polisi yang menilang.

Namun, harus diakui, saya pernah juga memilih berdamai. Terhitung saya sudah tiga kali menerima ajakan damai. Yang pertama, saat saya baru saja pulang dari Kepolisian Wilayah (Polwil) Bandung untuk membuat SIM. Konyolnya, saat saya membuat SIM tersebut, saya lupa membawa STNK.
 

Yang kedua, saat saya sedang menuju kampus. Kali ini, alasan pelanggarannya bukan karena surat-surat, tapi gara-gara kelengkapan kendaraan. Namun, khusus untuk “perdamaian” yang kedua, saya sama sekali tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Malah, saya dapat untung. Ini ceritanya (yang ketiga akan saya ceritakan nanti)...

***

Priiiit!!! Suara peluit yang ditiup oleh seorang polisi menghentikan perjalanan saya menuju kampus. Sial, ada razia. Salah milih jalan nih, ujar saya dalam hati. Saat itu, saya benar-benar lupa tidak memilih jalan yang biasanya. Alih-alih memilih jalan lewat Antapani yang bebas polisi, saya malah memilih jalan lewat By Pass yang merupakan pusatnya razia.

Sebenarnya, saya sama sekali tidak khawatir soal masalah persuratan. Toh SIM dan STNK selalu saya bawa. Masalahnya, motor saya ini benar-benar tipe yang sangat disukai polisi. Sangat disukai untuk kena tilang. Dengan terpaksa, karena banyaknya polisi sehingga sulit untuk kabur, saya pun menghampiri polisi yang menghentikan saya tadi.
Polisi: “Selamat siang!”
Saya: “Selamat siang juga, Pak!”
Polisi: “Bisa perlihatkan kelengkapan surat-suratnya?”

Saya pun segera menunjukkan SIM dan STNK. Lengkap sih. Tapi, rasanya saya tau, bukan itu penyebab saya akan ditilang.

Polisi: “Kamu tau pelanggaran apa yang kamu lakukan?”
Saya: “Entahlah, toh Bapak yang melihat saya melakukan pelanggaran. Saya sih nggak ngerasa.”
Polisi (sambil melihat-lihat motor saya): “Pelanggaran yang kamu lakukan ada dua, knalpot yang tidak standar dan tidak adanya spion.”
Saya: “Saya tambahin, Pak. Lampu utama dan lampu sen juga nggak nyala. Terus, seperti yang Bapak lihat, motor ini juga nggak ada speedometer-nya.”
Polisi: “Ya ampun, parah amat motor kamu.Sekarang pelanggaran kamu makin berat!”
Saya: “Pelanggaran ini bukan karena ada niat dari dari saya kok. Toh kondisi motor ini udah kayak gini sejak lama.”
Polisi: “Kalau gitu, benerin donk!”
Saya: “Tapi duitnya dari Bapak, gimana? Saya mahasiswa miskin, nggak punya duit buat ke bengkel. Punya motor butut kayak gini aja udah untung!”

Si Polisi terdiam sejenak.
Polisi: “Ya sudahlah, saya kasihan sama kamu. Kita damai saja.Jadi, saya nggak bakal nilang kamu. Kalau ditilang, ini bisa lebih dari 200 ribu dendanya.”

Ceilah, ujung-ujungnya pengen duit juga ni polisi, gerutu saya dalam hati.

Saya: “Masalahnya, saya nggak punya duit. Saya cuma pegang segini. Ini juga buat bensin.” (sambil nunjukkin duit yang cuma ada 13500)
Polisi: “Miskin amat kamu!”
Saya: “Tadi kan saya udah bilang, saya tuh mahasiswa miskin.”
Polisi: “Gini saja, kamu beliin saya rokok XXX Mild sebungkus. Nah, sisanya masih cukup buat bensin kan?” 
Saya: “OK deh.”
Saya pun segera pergi ke warung terdekat. Namun, saat akan membeli rokok, tiba-tiba sebuah ide melintas.
Saya: “Bu, saya disuruh Pak XYZ (kebeneran saya sempat liat nama tu poilisi di seragamnya) buat ngambil dulu rokok XXX Mild dua bungkus. Uangnya nanti katanya.”
Ibu Penjaga Warung: “Pak XYZ, polisi yang sedang razia itu?”
Saya: “Iya, Bu.”
Ibu Penjaga Warung: “Ih, gimana sih polisi itu.Ngutang melulu dari kemarin. Ya sudah, ini rokoknya. Dua bungkus kan?”
Saya: “Iya, Bu.”

Saya pun mengambil kedua bungkus rokok tersebut, dan langsung memasukkan salah satunya ke tas.

Saya (menghampiri polisi itu dan memberikan sebungkus rokok): “Ini Pak, rokoknya.”
Polisi: “Oh iya, terima kasih. Sudah, sekarang kamu silakan pergi. Hati-hati, jangan sampai ditilang lagi!”
Saya: “Siap, Pak.”

Saya pun segera pergi dengan sedikit tergesa-gesa karena takut ketahuan. Ketahuan telah membeli dua bungkus rokok bukan dengan uang saya sendiri, tapi dengan meminjam nama si Polisi. Setelah cukup jauh dari lokasi kejadian, akhirnya saya bisa melepaskan tawa yang sedari tadi ditahan. Hahahahahaha, kena tuh polisi.
***

Saya tidak menyangka, saya akan mendapatkan karma atas tindakan ini. Beberapa tahun setelah kejadian ini (kejadian ini berlangsung pada 2009, saat saya masih punya motor), saya malah “dipalak” rokok oleh seorang polisi. Inilah "perdamaian" ketiga saya dengan polisi. Ceritanya selengkapnya di bagian kedua...