Pages

Ads 468x60px

Sebuah Paradoks di Kota Bandung

A adalah seorang mahasiswi berduit yang berkuliah di kampus swasta terkenal di Jakarta. Ayahnya adalah direktur sebuah perusahaan besar di ibukota. Hampir tiap weekend dan hari libur panjang, ia selalu datang ke Kota Bandung. Tujuannya, tentu saja untuk belanja dan berwisata kuliner. Bandung memang kota wisata belanja yang terkenal dengan mall, distro, Factory Outlet (FO) dan kuliner-kulinernya.

Sedangkan saya adalah seorang mahasiswa asli Kota Bandung yang berkuliah di pinggiran kota. Di perbatasan antara Kota Bandung dengan Kabupaten Bandung. Selama ini saya nyaris tidak pernah merasakan manfaat hidup di kota wisata belanja.

Apa perbedaan mencolok antara A dengan saya? Banyak. Ini beberapa di antaranya...
  • Hari Sabtu, A menempuh perjalanan Jakarta-Bandung dengan mobil pribadinya. Jaraknya sekitar 140 kilometer, dengan waktu tempuh dua jam. Waktu tempuhnya cepat, karena melalui Tol Cipularang. Hari Sabtu, saya menempuh perjalanan rumah-kampus dengan motor atau bus. Jaraknya sekitar 20 kilometer, dengan waktu tempuh satu seperempat jam (dengan motor) atau dua jam (dengan bus). Waktu tempuhnya lama, karena harus rela terjebak macet akibat banyaknya angkutan kota dan wisatawan luar kota yang pergi ke Kota Bandung menggunakan kendaraan pribadi.
    • A berbelanja berbagai jenis pakaian, mulai dari baju, celana, jaket dan sepatu di mall, distro atau FO. Total biaya belanjanya bisa lebih dari satu juta rupiah. Saya tidak pernah belanja di mall, distro atau FO. Paling banter hanya belanja di clothing-an murah di Plaza Parahyangan. Itu pun hanya setahun sekali, saat menjelang lebaran. Total biaya belanja tak pernah lebih dari 100 ribu rupiah.
    • A berwisata kuliner ke berbagai kafe atau restoran menengah ke atas yang harga seporsi makanan+minumannya sekitar 50-200 ribu rupiah. Saya wisata kuliner ke berbagai warteg atau Pujasera yang harga seporsi makanan+minumannya jangan lebih dari delapan ribu rupiah. Kalau pun "kelebihan uang", saya pergi ke warung baso atau Waroeng Steak n' Shake, yang harga seporsi makanan+minumannya sekitar 15-20 ribu rupiah.
    • A mencari hiburan ke Trans Studio Bandung, atau ke tempat-tempat dugem macam Fame Station. Saya mencari hiburan ke konser-konser atau gigs-gigs gratisan.
    • Hari Minggu sore, A pulang ke Jakarta dengan berseri-seri karena sudah refreshing di Bandung. Ia berniat pamer semua belanjaannya pada sahabat-sahabatnya di kampus. Hari Minggu sore, saya ada di rumah dengan hati murung karena kepikiran bagaimana caranya dapet ongkos buat ke kampus pada keesokan harinya. Bensin di motor kosong, uang untuk ongkos bus nggak ada. Minta ongkos ke ortu nggak lucu, udah gede gini masih aja minta-minta. Haduh...