Pages

Ads 468x60px

Setitik Kebanggan yang Tersisa

Apa yang bisa dibanggakan dari kampus kita, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung? Bagi sebagian pihak, pertanyaan tersebut mungkin terbilang  meremehkan, bahkan terkesan provokatif. Namun, pertanyaan ini menjadi sangat krusial melihat fakta yang ada. Banyak masalah yang melanda kampus ini.

Mayoritas mahasiswa menyatakan, UIN Bandung memiliki banyak kekurangan, terutama dari segi infrastruktur dan manajemennya. Coba perhatikan, masih banyak mahasiswa yang terpaksa menjadi ‘imigran’ ke gedung fakultas lain hanya karena fakultasnya sendiri tidak memiliki jumlah kelas yang memadai.

Menghadapi berbagai protes yang muncul akibat banyak mahasiswa merasa kelasnya diinvasi, pihak rektorat pun membuat sebuah kebijakan untuk memindahkan sebagian ‘imigran’ ke bangunan baru Ma’had Aly. Sebuah kebijakan yang tidak menyelesaikan masalah, karena toh Ma’had Aly akan dipakai sebagai asrama mahasiswa. Lalu, bagaimana nasib para ‘imigran’ itu nantinya?

Memang, sempat muncul wacana proyek pembangunan dan renovasi kampus akan berlangsung pada 2010 ini. Namun, hingga sekarang, proyek yang disponsori Islamic Development Bank (IDB) dan akan menghabiskan dana sekitar 25 juta dolar Amerika ini belum juga terealisasi.

Tidak hanya soal infrastruktur, hal-hal yang bersifat ideologis juga ikut bermasalah. Beberapa mahasiswa meyakini, kebanyakan civitas akademik kampus ini tidak pernah menunjukkan identitas keislamannya. Contohnya pakaian yang tidak menutup aurat secara sempurna, ketat dan sebagainya. Padahal, kampus ini sendiri berlabel Islam.

Lalu, jangan lupakan pula masalah-masalah lain seperti gonjang-ganjing kecurangan beasiswa, kasak-kusuk perubahan gelar, problem Musyawarah Senat Mahasiswa (Musema) yang dulu sempat berkepanjangan, dan juga masalah plagiasi yang membuat aib bagi kampus ini.

Adanya berbagai masalah tersebut membuat citra kampus ini tidak terlalu bagus di kalangan masyarakat. Akibatnya, masyarakat menganggap UIN Bandung sebagai kampus kelas dua. Tanya saja pada seluruh mahasiswa soal mengapa mereka berkuliah disini. Jawaban sebagian besarnya hampir pasti karena terpaksa atau karena tidak lulus di kampus lain.

Namun, di balik berbagai kekurangannya, masih ada hal yang masih bisa dibanggakan dari UIN Sunan Gunung Djati. Kampus ini bukan hanya sekedar tempat pembuangan para mahasiswa gagal. Masih banyak sosok –baik personal mau pun organisasi— yang sanggup membuat sebuah kebanggaan.

Kita pasti masih ingat, beberapa waktu lalu UKM Teater Awal menjuarai festival teater tingkat Jawa Barat di Rumentang Siang. Tidak hanya itu, sebelum-sebelumnya juga sudah banyak prestasi lain yang didapat UKM ini. Kita juga tak mungkin lupa dengan Leni Purwaningsih, mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi Jurnalistik yang menjuarai lomba arung jeram tingkat internasional. Bukan hanya Teater Awal dan Leni, kampus ini masih punya ‘permata’ lain yang menjadi kebanggaan seperti Asep Saepul Muhtadi yang dinobatkan sebagai dosen berprestasi tingkat nasional, UKM Taekwondo, dan banyak masih lagi. Inilah setitik kebanggaan yang masih tersisa dari kampus ini.

Kini, pertanyaan yang diajukan di atas sudah memiliki jawaban. Apa yang bisa dibanggakan dari kampus kita? Mungkin memang tidak ada. Namun, hal ini tidak bisa terlalu dipersalahkan. Bagaimana pun, kebanggaan ini seharusnya kita buat sendiri. Banyak orang menganggap, menjadi bagian dari civitas akademik UIN Bandung bukan sebuah kebanggaan. Karena itu, kitalah yang  harus membuat kampus ini bangga. Kita akan membuktikan pada masyarakat, atau bahkan pada dunia, jika kampus ini masih memiliki setitik asa. Masih memiliki setitik kebanggaan yang patut diperhitungkan